SHOLAT DAAIM ?
103. Maka apabila kamu telah
menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan
di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah
shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya
shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman.an-nisa’
1. Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman,
2. (yaitu)
orang-orang yang khusyu' dalam sembahyangnya,Al-mukminun
|
MEMELIHARA SHALAT |
9. dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya.al-mukminun
ž
22. kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat,
23. yang mereka
itu tetap mengerjakan shalatnya,al-ma’arij
4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,
5. (yaitu)
orang-orang yang lalai dari shalatnya,
6. orang-orang
yang berbuat riya[1603],
7. dan enggan
(menolong dengan) barang berguna[1604]. Al-ma’un
[1603] Riya ialah melakukan sesuatu amal perbuatan tidak
untuk mencari keridhaan Allah akan tetapi untuk mencari pujian atau kemasyhuran
di masyarakat.
[1604] Sebagian
mufassirin mengartikan: enggan membayar zakat.
Muqaddimah
Istilah salat daim tidak dijumpai
dalam kepustakaan Islam yang muktabar (terkenal). Salat daim, seperti
diungkapkan dalam surah al-Ma’arij ayat 23 yang artinya: “Yang mereka itu
tetap mengerjakan salatnya,” mengandung pengertian “salat yang
dilakukan”, yaitu salat yang dilakukan terus-menerus dalam waktu-waktu yang
telah ditentukan.
Salat daim terdapat dalam
kepustakaan Jawa. Tidak seperti salat lima waktu dan salat sunah (nawafil),
salat daim tidak terikat dengan waktu, tanpa rukuk, dan tanpa sujud. Sebutan
lengkap untuk salat ini adalah salat daim mulat salira, yaitu zikir yang
kekal dan mawas diri. Mawas diri di sini berarti selalu ingat atau eling kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
Makna Sholat
Salat berarti doa, memohon rahmat,
dan memohon ampun (istigfar). Adapun daim berarti kekal atau tetap.
Salat daim berarti doa yang kekal dan tetap.
Dalam hal ini Muhammad Mustafa al-Maragi menyebutnya sebagai: “Orang-orang
yang senantiasa menjaga salat mereka menurut waktu-waktu yang telah ditentukan,
tanpa terpengaruh berbagai kesibukan mereka.”
Dalam buku Salat Daim Mulat Salira karya Bratakesawa dijelaskan: “Salat
daim ialah sembahyang yang tetap, yang selalu dilaksanakan, atau sembahyang
yang tidak pernah ditinggalkan, mawas diri, dan mawas aku (melihat dengan
teliti akan diri sendiri atau dirinya dalam arti yang seutuhny). Melakukan ini amat penting bagi kita yang mencari ilmu
hakikat. Dan melakukan yang demikian inilah yang disebut dengan salat daim
mulat sarira.”
Tentang salat daim ini dijelaskan
oleh Ranggawarsita, yaitu “saya berniat salat daim untuk selama hidupku,
berdirinya adalah hidupku, rukuknya adalah penglihatanku, iktidalnya adalah
pendengaranku, sujudnya adalah penciumanku, bacaan ayat adalah ucapanku,
duduknya adalah imanku, pujiannya adalah keluar masuknya nafasku, zikirnya
adalah ingatanku, kiblatnya adalah renunganku, fardu menjalankan yang wajib
lantaran kodratku sendiri. Disitu lalu pasrah kepada Zat hidup kita pribadi .
jangan ragu-ragu lagi, karena yang demikian itu telah berdiri Zat, sifat dan
perbuatan kita ini sudah menjadi Al-Qur’an sejati, sebagai tanda hakikat semua
salat.”Lebih lanjut ia menjelaskan, “Itulah salat daim, yakni salat yang
sejati, ia tanpa di antarai waktu, tidak mempunyai hitungan rakaat, mereka ini
bisa disebut salat sambil bekerja, melakukan pekerjaan sambil salat, duduk
dengan berdiri, berdiri dengan duduk, lari dengan berhenti, membisu dengan
berceritera, bepergian dengan tidur, tidur dengan jaga. Seperti itulah
ibaratnya, sebab hakikat salat daim tanpa sujud dan rukuk, yakni hanya berada
dalam rasa hidup kita.”
Hakekat Sholat
Mengenai hal shalat tentu berbagai
cara dan methode dalam prakteknya seseuai dengan tingkat pemahaman ilmu serta
keimanannya, karena seperti disebutkan diatas bahawa shalat adalah do'a.
Demikian pula seperti tulisan diatas
"Sedemikian pentingnya shalat lima waktu ini sehingga untuk mewajibkannya
pun Allah secara khusus memanggil Nabi Muhammad SAW melalui mu’jizat Isra
Mi’raj".
Justru inilah kuncinya shalat, yaitu pertemuan dengan Tuhan tanpa hijab di sidratul
muntaha, yang disebut ashlatu mi'rajul mu'min, dan shalat seperti
ini mempunyai tata cara yang berlainan dengan shalat umumnya lima waktu.
Shalat lainnya adalah seperti halnya
ashalatu imaduddin, shalat adalah tiangnya agama, dalam pemahaman
tatacara umum adalah shalat lima waktu.
Selanjutnya ashalatu adzikri, yakni
memeliharaan ingatan kepada kepada Tuhan, dalam pandangan umum adalah
memalihara dzikir baik lisan, fikiran dan hati disetiap saat, seperti halnya
dzikir nafas.
Demikian pula shalat wustha(pertengahan) seperti yang ditafsirkan
oleh para ulama adalah shalat ashar, padahal hakikatnya tidak selalu menjurus
kepada sholat yang lima waktu, namun ada tata caranya tersendiri.
Jika salat dalam arti syariat lebih menekankan aspek perilaku lahiriah
dalam bentuk berbagai ucapan dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan
diakhiri dengan salam, maka salat dalam arti tasawuf mengambil bentuk perilaku
salat dimaksud yang dibarengi dengan khusyuk, hadir hati, dan selalu ingat
kepada Allah SWT. Salat yang demikian menuntut pelakunya untuk menghadapkan
sepenuh hatinya kepada Allah SWT yang dapat menumbuhkan rasa hormat, segan, dan
takut serta kagum akan kebesaran, keagungan, dan kekuasaan-Nya.
Salat daim mulat sarira akan lebih mudah dipahami dengan pendekatan makna salat
menurut tasawuf dari pada dengan syariat, meski tidak sepenuhnya sama. Namun
demikian para ulama tasawuf, seperti at-Tusi, al-Qusyairi, al-Gazali, dan
as-Sukandari, menghendaki keterpaduan pengamalan salat menurut syariat dan
tasawuf serta keterpaduan syarat rukun salat secara lahiriah dengan penghayatan
kedalaman makna batiniah. (Source : Dewan Redaksi. 1997. ENSIKLOPEDI ISLAM.
Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve. Hal:220-221, Mas Sugeng)
Bahwasanya diceritakan dari
Abdullah Bin Umar r.a, katanya adalah kamu berduduk pada suatu orang kelak ke
hadapan Rasulullah SAW, minta belajar ilmu Jibril a.s, daripada ilmu yang
sempurna dunia dan akhirat, yaitu membiasakan dari hakikat didalam shalat lima
waktu yaitu wajib bagi kita untuk mengetahuinya. Yang harus mereka
ketahui pertama kali hakikat shalat ini supaya sempurna kamu menyembah Allah,
bermula hakikatnya didalam shalat itu atas 4 (empat) perkara :
1. BERDIRI (IHRAM).
2. RUKU’ (MUNAJAH).
3. SUJUD (MI’RAJ).
4. DUDUK (TABDIL).
Adapun hakikatnya :
1. BERDIRI ( IHRAM) itu karena huruf ALIF asalnya dari API, bukan api pelita
dan bukan pula api bara. Adapun artinya API itu bersifat JALALULLAH, yang
artinya sifat KEBESARAN ALLAH TA’ALA, yang terdiri atas 2 (dua) perkara :
• KUAT.
• LEMAH.
Yang merupakan kudrat dan iradat-Nya juga, karena hamba itu tidak mempunyai
KUAT dan LEMAH karena hamba itu di-KUAT-kan dan di-LEMAH-kan oleh ALLAH,
bukannya kudrat dan iradat Allah itu lemah. Adapun kepada hakikatnya yang sifat
lemah itu shalat pada sifat kita yang baharu ini. Adapun yang dihilangkan
tatkala BERDIRI itu adalah pada segala AP’AL (perbuatan) hamba yang baharu.
2. RUKU’ (MUNAJAH) itu karena huruf LAM Awal, asalnya dari ANGIN, bukannya
angin barat dan bukan pula angin timur. Adapun artinya ANGIN itu bersifat
JAMALULLAH yang artinya sifat KEELOKAN ALLAH TA’ALA, yang terdiri atas 2 (dua)
perkara :
• TUA.
• MUDA.
Yang merupakan kudrat dan iradat-Nya juga. Adapun hamba itu tidak mempunyai
TUA dan MUDA. Adapun yang dihilangkan tatkala RUKU’ itu adalah pada segala ASMA
(nama) hamba yang baharu.
3. SUJUD (MI’RAJ) itu karena huruf LAM Akhir, asalnya dari AIR, bukannya air
laut dan bukan pula air sungai. Adapun artinya AIR itu bersifat QAHAR ALLAH
yang artinya sifat KEKERASAN ALLAH TA’ALA, yang terdiri atas 2 (dua) perkara :
• HIDUP.
• MATI.
Yang merupakan kudrat dan iradat-Nya juga. Adapun hamba itu tidak pun
mempunyai HIDUP dan MATI. Adapun yang dihilangkan tatkala SUJUD itu adalah pada
segala NYAWA (sifat) hamba yang baharu.
4. DUDUK (TABDIL) itu karena huruf HA, asalnya dari TANAH, bukannya pasir
dan bukan pula tanah lumpur. Adapun artinya TANAH itu bersifat KAMALULLAH yang
artinya sifat KESEMPURNAAN ALLAH TA’ALA, yang terdiri atas 2 (dua) perkara :
• ADA.
• TIADA.
Yang merupakan kudrat dan iradat-Nya juga. Adapun hamba itu tidak ADA dan
TIADA. Adapun yang dihilangkan tatkala DUDUK itu adalah pada segala WUJUD/ZAT
hamba yang baharu, karena hamba itu wujudnya ADAM yang artinya hamba tiada
mempunyai wujud apapun karena hamba itu diadakan/maujud, hidupnya hamba itu
di-hidupkan, matinya hamba itu di-matikan dan kuatnya hamba itu di-kuatkan.
Itulah hakikatnya shalat. Barangsiapa shalat tidak tahu akan hakikat yang
empat tersebut diatas, shalatnya hukumnya KAFIR JIN dan NASRANI, artinya KAFIR
KEPADA ALLAH, ISLAM KEPADA MANUSIA, yang berarti KAFIR BATHIN, ISLAM ZHAHIR,
hidup separuh HEWAN, bukannya hewan kerbau atau sapi. Tuntutan mereka berbicara
ini wajib atas kamu. Jangan shalat itu menyembah berhala !!!.
Sholat Daaim ?
Di dalam praktek tasawuf, shalat
merupakan bagian dari muraqabah (kontemplasi) terhadap Tuhan. Muraqabah itu
meresapkan kesadaran bahwa Allah memonitor gerak-gerik kita baik lahir maupun
bathin.
Muraqabah hakikat shalat itu dengan
cara menghadapkan wajah jiwa kita ke hadirat Allah SWT yang telah menjadikan
hakikatnya shalat. Shalat yang terdiri dari beberapa rukun yang bersifat
perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbiratul ihram dan diakhiri
dengan salam.
Shalat sangat penting dalam tasawuf,
sebagaimana disabdakan oleh nabi SAW ”Shalat adalah kenaikan (mi'raj)
orang-orang Mukmin (menuju Allah)”. Nabi Muhammad juga bersabda, ”Hanya dalam
shalat saja seorang hamba bisa dekat dengan Allah.”. Shalat menghubungkan sang
hamba dengan Tuhan, dan mengisi jiwanya dengan cahaya-cahaya yang memancar
darinya. Hubungan halus Sang Salik dengan Tuhan, rahasianya kedudukan tinggi
dan kemuliaannya, pun dapat dirasakan dalam shalat. Itulah sebabnya Allah
menyebut sang salik sebagai hamba-Nya (abduhu). Kehambaan ('abdiyah) ini
dicapai dalam shalat. Shalat adalah anugerah khusus kepada manusia yang
diberikan Allah melalui Nabi-Nya guna mengenang peristiwa mi'raj beliau,
sebagaimana yang disebutkan dalam Al Quran.
Dalilnya adalah : "Sesungguhnya
shalat itu merupakan kewajiban bagi
orang-orang yang beriman, yang ditetapkan waktunya" (QS. Al nisa':103)
Al-Qur’an menganjurkan banyak
berzikir di luar salat. Dalam hubungan ini Allah SWT berfirman:
“Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi
dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung” (QS.62:10)
Selanjutnya shalat daim yang penuh
kontroversi dalam pandangan umum, karena umum hanya mengenal shalat lima waktu.
Shalat daim atau disebut "asholatu daimulhaq" adalah shalat
diam(tetap) tanpa gerakan, dilakukan terus menerus sepanjang hidup, disebut
pula shalat abadi karena menuju alam kaebadian yakni orbit Tuhan.
Mereka yang mampu sholat daim adalah mereka yang tidak akan
berkeluh kesah dalam hidupnya dan senantiasa mendapat kebaikan
sebagaimana disampaikan Q.S 70 : 19-22. Nah, sholat daim ini modelnya
seperti apa? Ah.. tentu saja tidak bisa dibeberkan disini karena sholat
daim adalah “oleh-oleh” dari hasil pencarian spiritual manusia. Tidak bisa
diceritakan ke semua orang kecuali mereka yang telah memiliki kematangan
spiritual.
Sholat daim adalah sholatnya orang ‘arif yang telah mengenal
Allah. Ini adalah sholatnya para Nabi, Rasul, dan orang-orang ‘arif. Ilmu
ini memang tidak banyak diketahui orang awam. Lantas bagaimana dengan
sholat lima waktu? Nah sholat lima waktu sebenarnya adalah jumlah minimal
saja yang harus dikerjakan manusia untuk mengingat Allah. Pada hakekatnya
kita malah harus terus menerus untuk mengingat Allah sebagaimana
firman-Nya :
Dan ingatlah kepada Allah diwaktu petang dan pagi (Q.S
Ar-Ruum (30) : 17)
Dan sebutlah nama Tuhanmu pada pagi dan petang. (Q.S
Al-Insaan (76) : 25)
“Sholat daim adalah prilaku eling
marang Gusti Allah terus menerus dalam setiap kondisi dan bahasa kitab keringnya
adalah Ulil Albab ...... yaitu QS.(3) : 191. (yaitu) orang-orang yang mengingat
Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan
kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka.” Gusdur.
Shalat-shalat khusus seperti: mi'rajul mu'min, wustha, daimulhaq,
adalah shalat dalam etika dan tatacara tersendiri dengan kalimat dzikir
tertentu yang arahnya menuju kepada kedudukan(martabat Tuhan), dan adanya
shalat yang terbagi lima waktu-17 rakaat adalah merupakan uraian(pedaran) dari
shalat-shalat khusus tsb yang terdapat dalam ayat Alqur'an(wustha, daim,
mi'raj), dan ayat tsb termasuk pada ayat mutasyabihat yang hanya bisa di
tafsirkan dengan nahwu sharaf dan ilmu alat dalam tata bahasa Alquran pada
tingkat tertentu, sesuai petunjuk Allah dan Rasul-Nya.
Menurut ajaran dari Sunan Bonang, Shalat Daim itu
hanya duduk, diam, hening, pasrah pada kehendak GUSTI ALLAH. Raden Mas Syahid
tidak disuruh untuk dzikir ataupun melakukan ritual apapun. Apa rahasia dibalik
duduk diam tersebut? Cobalah Anda duduk dan berdiam diri. Maka hawa nafsu Anda
akan berbicara sendiri. Ia akan melaporkan hal-hal yang bersifat duniawi pada
diri Anda. Hal itu semata-mata terjadi karena hawa nafsu kita mengajak kita
untuk terus terikat dengan segala hal yang berbau dunia.
Namun demikian, janganlah merasa cukup puas hanya dengan
sholat lima waktu. Tingkatkanlah agar kita mampu melakukan sholat daim.
Mari kita simak kembali ungkapan Sunan Bonang yang tertulis dalam Suluk
Wujil :
Utaming sarira puniki
Angawruhana jatining salat
Sembah lawan pujine
Jatining salat iku
Dudu ngisa tuwin magerib
Sembahyang araneka
Wenange puniku
Lamun aranana salat
Pan minangka kekembaning salat daim
Ingaran tata krama
Artinya : “Unggulnya diri itu mengetahui hakekat sholat,
sembah dan pujian. Sholat yang sebenarnya bukan mengerjakan isya atau
magrib. Itu namanya sembahyang, apabila disebut sholat maka itu hanya
hiasan dari sholat daim. Hanyalah tata krama”
Dari ajaran Sunan Bonang diatas, maka kita bisa memahami
bahwa sholat lima waktu adalah sholat hiasan dari sholat daim. Sholat lima
waktu ganjarannya adalah masuk surga dan terhindar neraka. Tentu yang mendapat surga
pun adalah mereka yang mampu menegakan sholat yaitu dengan
sholat tersebut, ia mampu mencegah dirinya dari berbuat keji dan mungkar.
Sholat
daim ini juga disebut dalam SULUK LING LUNG karya Sunan
Kalijaga: SALAT DAIM TAN KALAWAN, MET TOYA WULU KADASI, SALAT BATIN SEBENERE,
MANGAN TURU SAHWAT NGISING. (Jadi sholat daim itu tanpa menggunakan syariat
wudhu untuk menghilangkan hadats atau kotoran. Sebab kotoran yang sebenarnya
tidak hanya kotoran badan melainkan kotoran batin. Salat daim boleh dilakukan
saat apapun, misalnya makan, tidur, bersenggama maupun saat membuang kotoran.)
Syekh Siti
Jenar mengajarkan dua macam bentuk shalat, yang disebut shalat tarek dan shalat
daim. Shalat tarek adalah shalat thariqah, diatas sedikit dari syari’at. Shalat
tarek diperuntukkan bagi orang yang belum mampu untuk sampai pada tingkatan
Manunggaling Kawula Gusti, sedang shalat daim merupakan shalat yang tiada putus
sebagai efek dari kemanunggalannya. Sehingga shalat daim merupakan hasil dari
pengalaman batin atau pengalaman spiritual. Ketika seseorang belum sanggup
melakukan hal itu, karena masih adanya hijab batin, maka yang harus dilakukan
adalah shalat tarek. Shalat tarek masih terbatas dengan adanya lima waktu
shalat, sedang shalat daim adalah shalat yang tiada putus sepanjang hayat,
teraplikasi dalam keseluruhan tindakan keseharian ( penambahan , mungkin
efeknya adalah berbentuk suci hati, suci ucap, suci pikiran ); pemaduan hati,
nalar, dan tindakan ragawi.
Salat daim tersebut menurut mereka
merupakan bentuk pengembaraan ahli kerohanian dalam mencari Tuhan. Untuk
menemui Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Suci, dan Maha Sempurna, maka dalam
pencarian itu seseorang harus suci secara lahir dan batin. Karena itu ia harus
menghidupkan hati dan perasaannya untuk selalu ingat dan berzikir kepada Tuhan.
Hal ini bisa dicapai dengan cara salat daim dalam arti tasawuf, yaitu “ ingat
dan zikir yang terus-menerus”. Dengan demikian salat daim ini tidak dalam arti
salat fardu lima waktu dan salat sunah, melainkan lebih sesuai jika diartikan
zikir secara sufi yang terus-menerus.
Al-Qur’an menganjurkan banyak
berzikir di luar salat. Dalam hubungan ini Allah SWT berfirman:
“Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi
dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung” (QS.62:10)
Ini berarti bila salat daim itu dilakukan seorang muslim dalam arti zikir,
tidak lantas ia bebas dari tugas melaksanakan salat fardu lima waktu sebagai
kewajiban yang tak dapat ia tinggalkan. Setiap
muslim wajib melaksanakan salat lima waktu secara aktif, rajin, baik, dan
benar. Disamping itu ia perlu berzikir kepada Allah SWT kapan dan di mana pun,
baik melalui salat fardu atau sunah dengan tata aturan yang baku, maupun di
luar salat dengan cara-cara yang tidak diatur secara baku. Cara yang disebut
belakangan inilah salat daim dalam arti tasawuf, dalam bentuk zikir, ingat,
eling atau renungan rohaniah lainnya yang dapat dilakukan secara bebas tanpa
ikatan aturan yang baku.
Terimakasih atas Ilmunya Mas...
BalasHapusSemoga berguna Dunia & Akhirat
Dan smg Allah Swt Merahmati kita selalu, Amin
Lanjutkan
BalasHapus