Sing sapa wae menawa tansah memetri paugeran, bakal terwaca, permana lan waskitha, temah suket
godhong dadi rewang, ati sumeleh, seger bregas kuwarasan, ati bungah
sumringah, cukup bondo dunya, sugih ngelmu lan wicaksana, wilujeng
karahayon, ayem tentrem kerta raharja, idu geni yen paring dunga
pengestu mesthi manjur lan temomo.
Kaitan Antara Karakter Alam dan Karakter Masyarakat
Nusantara tempat kita hidup ini merupakan
teritorial yang memiliki keistimewaan luar biasa. Kekayaan alamnya,
yang terkandung dalam bumi mulai dari kesuburan tanah, keragaman flora
dan fauna, kontur tanah, struktur geologi, kualitas geodesi, dan
kekayaan maritimnya. Terlebih lagi bila kita sejenak menoleh ke
belakang, memahami dan melihat secara obyektif kondisi bumi pertiwi pada
masa lalu. Bukan sekedar konon, namun jejak-jekan kehebatan bumi
pertiwi yang masih tersisa bisa kita lihat hingga sekarang ini.
Nusantara secara geologis merupakan “ring of fire”
terdiri dari barisan bukit berderet dari wilayah Sabang sampai Merauke.
Di antara barisan bukit-bukit itu terdapat ratusan gunung berapi aktif
dan non-aktif. Gunung purba maupun yang baru lahir menunjukkan
regenerasi dan dinamika alam yang luar biasa. Banyak pula deretan gunung
api purba yang sampai sekarang masih aktif misalnya gunung Merapi di
sebelah utara wilayah Jogjakarta. Ratusan gunung berapi itu
masing-masing mempunya karakteristik dan pola letusan yang berbeda-beda,
serta masing-masing memiliki kontur perbukitan yang berbeda-beda pula.
Kondisi fisik alamiah itu menimbulkan cirikhas karakter penduduk
Nusantara. Sedangkan perbedaan masing-masing wilayah Nusantara
melahirkan beragam karakter sosial budaya berupa sub-kultur pada
masyarakat yang ada di sekitar gunung maupun yang ada di wilayah daratan
rendah.
Karakteristik setiap masyarakat sekitar
gunung dibentuk oleh adanya pola-pola interaksi antara masyarakat dengan
lingkungan alam sekitarnya. Dari adanya interaksi yang intensif antara
masyarakat dengan lingkungan alam dalam jangka waktu ribuan bahkan
jutaan tahun, telah menghasilkan sistem budaya, adat istiadat, tradisi,
dan kebiasan masyarakat yang di dalamnya terangkum nilai-nilai kearifan
lokal (local wisdom) yang begitu luhur. Keunikan budaya sungguh
berbeda dari budaya masyarakat yang tinggal di wilayah 4 musim, sub
tropis maupun wilayah gurun. Karakter alam yang berbeda akan menentukan
karakter penduduk dan corak budayanya serta sistem kepercayaan
masing-masing masyarakat. Itulah sebabnya mengapa karakter agama sangat
diwarnai oleh karakter masyarakat dan budaya di mana agama itu berasal.
Dipandang dari perspektif perspektif sosiologis agama atau sistem
keyakinan merupakan bagian dari sistem budaya, karena dihasilkan oleh
budaya selama beberapa waktu lamanya.
Paugeran & Daya Magis Nusantara
Meskipun gunung-gunung yang terhampar di
permukaan bumi Nusantara mempunyai keberagaman karakteristik, namun
hampir semua gunung yang ada di Nusantara ini memiliki kesamaan nilai
spiritualnya. Setiap gunung memiliki aura magis atau kesakralan dengan
kadar yang berbeda-beda yang telah diakui setidaknya oleh masyarakat
sekitar yang sehari-harinya terjadi interaksi dengan kehidupan di
sekitar pegunungan di mana masyarakat menggantungkan hidupnya dari
berkah yang dikeluarkan oleh gunung dan lingkungan alamnya. Oleh sebab
itu nilai-nilai magis atau kesakralan yang sudah tertanam dalam
kesadaran kosmos masyarakat sekitar gunung tidak dapat dihapus oleh
peubahan zaman maupun upaya-upaya desakralisasi melalui propaganda dan
hasutan macam manapun. Sekuat apapun propaganda dan hasutan maupun
pemahaman spiritual dan budaya yang keliru akan berbenturan dengan hukum
tata keseimbangan alam di wilayah itu. Cepat atau lambat pemahaman
keliru, propaganda, hasutan akan semakin keras berbenturan dengan fakta
dan bukti-bukti yang setiap saat dialami dan disaksikan oleh masyarakat
dalam kehidupan sehari-hari. Maka tak heran meskipun nilai-nilai
modernitas, westernisasi dan indoktrinasi begitu gencar menggempur
nilai kearifan lokal, namun masih masyarakat dengan sikap yang begitu
kuatnya mematuhi setiap paugeran, karena paugeran bukanlah
omong kosong melainkan berisi nilai-nilai kearifan lokal yang tidak
lain merupakan pelajaran berharga atas berbagai bukti dan fakta, baik
yang bersifat nyata maupun gaib.
Apa yang kita yakini biasanya kita
jadikan sebagai “obor penunjuk jalan”. Yang harus kita waspadai adalah,
apa yang sekedar kita yakini belum tentu merupakan fakta dan realitas.
Mudah membuktikan apakah sesuatu yang kita yakini merupakan fakta atau
mitos. Apabila hal-hal yang kita yakini TIDAK sesuai dengan kebenaran
fakta dan realitas maka kita merasakan hidup seperti bermain judi atau
spekluan. Segala sesuatu terasa tanpa ada kepastian. Mata batin terasa
buta, tidak tahu bagaimana nasibnya di hari ini, apalagi esok hari. Oleh
sebab itu untuk menanggulangi kecemasan atas ketidakpastian itu,
biasanya Tuhan Mahatahu sekedar menjadi pelarian untuk menyandarkan
segala kegundahan hati. Dalam keadaan seperti ini disadari atau tidak
dalam telah membangun pola pikir dan sikap apatis. Manusia seolah
menjalani hidup dengan tanpa bisa menentukan pilihan. Karena kekuasaan
Tuhan menentukan segalanya, bahkan jam berapa mau kentut dan be-ol saja
diserahkan Tuhan yang mengatur. Ini menjadi blunder saat menganalisa
perilaku menyimpang atau tindak kejahatan. Lantas pola pikir itu pula
yang dijadikan alasan pembenar yang dicari-cari untuk melegitimasi
tindakan konyolnya. Dapat digarisbawahi, bilamana apa yang kita yakini
sesungguhnya hanyalah mitos (dongeng imajiner) akan menjauhkan diri dari
berkah alam semesta, karena sikap dan tindak-tanduk kita semakin
menjauh dari karakter alam dan hukum tata keseimbangan alam. Ia cepat
atau lambat dalam hidupnya akan mengalami berbagai benturan dan himpitan
lahir maupun batin.
Sebaliknya jika apa yang diyakini
merupakan sesuatu yang sesuai dengan fakta dan realitas, hal itu
ditandai hidup kita tidak lagi seperti bermain judi (spekulasi). Kita
menjalani hidup ini dengan penuh kepastian. Hari ini akan selamat atau
akan ada bahaya mengancam, kita akan bisa menangkap tanda-tanda dan
peringatan sebelumnya. Kita merasakan hidup dengan penuh berkah sebagai
konsekuensi logis atas tindakan kita yang selalu selaras dan harmonis
dengan lingkungan alam.
Benarkah Gunung Memiliki Kekuatan Supra ?
Saya pribadi termasuk orang yang tidak mudah percaya, tidak suka ela-elu, anut grubyuk, atau taklid dst. Tidak puas hanya dengan cara sekedar mengimani saja atas semua yang dikatakan atau ujare, jarene, ceunah ceuk ceunah.
Saya ragu, tetapi keraguan yang metodis, yakni keraguan untuk tahu apa
yang sesungguhnya terjadi. Saya akan mengakui dan percaya bila saya
benar-benar menjadi saksi dengan mata wadag maupun batin. Lama
saya berfikir apa benar gunung selalu menjadi tempat yang sakral, penuh
kekuatan magis, natural dan supernatural powernya besar ? Bagaimanapun
juga memanfaatkan daya nalar atau akal budi akan lebih baik ketimbang
membiarkan emosi untuk memahami suatu kebenaran fakta. Jika saya
menggunakan keyakinan saja, saya akan terjebak pada sikap “menuhankan”
emosi. Dan saya tidak mentabukan seseorang yang cenderung mengandalkan
nalar, karena di samping kesadaran rahsa sejati, kesadaran nalar atau
akal budi merupakan salah satu instrumen yang handal untuk melihat dan
menilai suatu kebenaran sejati dan memilih mana yang baik (selaras
dengan hukum alam) dan buruk (melawan hukum alam). Sebaliknya, emosi
tidaklah bisa diandalkan untuk menganalisa karena emosi tidak
berdasarkan nalar melainkan dengan unsur emosi : rasa suka atau tidak
suka, senang atau tidak senang, puas atau tidak puas. Emosi lebih
menekankan pada sentimen sementara nalar lebih menekankan pada sikap
toleransi.
Puluhan tahun lamanya saya melakukan
survey, penelitian langsung ke banyak gunung-gunung yang bercokol di
muka bumi Nusantara ini. Hingga membawa pada kesimpulan bahwa benar
adanya, jika gunung-gunung dianggap memiliki kekuatan besar dan penuh
kesakralan. Dengan begitu, saya semakin menyadari akan sikap para
leluhur bumi putera Nusantara di masa lalu hingga sekarang, terutama
Kraton-kraton yang masih eksis menjadikan gnung sebagai salah satu
tempat sakral dan sarana pemujaan (penghormatan) kepada Sang Jagadnata
beserta seluruh makhluk penghuninya. Bahkan alasan mengapa tempat
peristirahatan terakhir, dan peristiwa muksa yang terjadi di masa lalu
lebih sering dilakukan di puncak-puncak gunung dan bukit, kini terjawab
sudah.
Kenapa Gunung Disakralkan ?
Jika orang menyakralkan gunung hendaklah
bukan semata berdasarkan cerita mitos atau mitologi bukan pula dongeng
pengantar tidur anak kecil saja. Kecuali bagi yang masih kurang terbiasa
akrab dan mencintai lingkungan alam, dan yang belum sungguh-sungguh
memahami karakter lingkungan alam tentu akan sulit memahaminya. Untuk
itu saya coba membantu pemahaman melalui pendekatan rasional dan faktual
sejauh yang dapat saya alami dan rasakan sendiri selama ini. Saya juga
mengharapkan supaya seluruh pembaca yang budiman yang memiliki
pengalaman soal pergunungan khususnya di Nusantara ini untuk berbagi
pengalamannya dengan harapan dapat menambah lengkap ulasan kita kali ini
dalam upaya mengenali karakter gunung khususnya, dan karakter Nusantara
pada umumnya. Tak kenal maka tak paham, tak paham maka tak sayang, orang yang tak sayang maka akan cenderung membuat kerusakan alam. Di sinilah harapan saya agar generasi penerus bangsa ini sadar untuk menghentikan segala macam perusakan alam.
Saya berani menyimpulkan, rata-rata
gunung yang ada di Nusantara ini baik yang masih aktif maupun yang sudah
lama non aktif memiliki daya magis yang kuat. Penduduk pribumi
Nusantara pada umumnya percaya akan adanya getaran magis yang
menyelimuti gunung. Dahulu saya pribadi masih meragukan hal itu. Hingga
pada akhirnya setiap pengalaman demi pengalaman yang telah saya dapatkan
membuat saya lebih mengenali karakter gunung dan memahami apa yang
sebenarnya terjadi. Lebih mengenal dan lebih memahami gunung tenyata
dapat membawa kita pada kesadaran kosmos yang lebih tinggi sehingga
dapat bermanfaat untuk membangun sikap yang lebih arif dan bijaksana
bagi siapapun juga dalam mengambil sikap dan berbuat sesuatu. Ya, gunung
menjadi salah satu guru bagi kehidupan yang saya jalani. Karena gunung
adalah guru yang paling jujur.
Dari mana asal muasal daya magis suatu
gunung ? Saya memberanikan diri untuk membuat suatu kesimpulan bahwa
daya kekuatan itu tidak lain berasal dari hukum keselarasan dan
keseimbangan alam. Hukum alam telah menempatkan pegunungan sebagai
tempat yang menyimpan kumparan energi dari dalam bumi maupun dari
permukaan bumi. Di mana di dalam perut gunung tersimpan kekuatan magma
dan panas bumi yang lebih kuat dari dataran rendah. Kekuatan alam itu
memancar hingga ke puncak gunung, badan dan kaki gunung dengan tingkat
energi yang berbeda-beda. Gunung dengan selimut hutan belantara
menjadikannya sebagai rumah tinggal seluruh makhluk. Ragam mahluk hidup
mulai dari bangsa manusia, bangsa “halus”, ragam tumbuhan hingga
binatang. Gunung yang selalu diselimuti hutan belantara yang hijau
menjadi pabrik yang memproduksi oksigen. Sehingga fungsi gunung sebagai
tempat konservasi alam sebagai lumbung air dan oksigen yang dibutuhkan
oleh seluruh mahluk hidup.
Kekuatan alam semesta yang lebih besar
menyelimuti seluruh badan gunung. Bagian gunung yang lebih tinggi
ternyata memiliki daya kekuatan yang lebih besar pula. Semakin mendekati
puncak gunung semakin besar pula kekuatannya. Dan sepertinya pada
bagian kawah gunung menjadi kumparan energi yang paling besar. Saya
pribadi kemudian menyadari, mengapa rata-rata gunung semakin ke puncak
auranya semakin wingit ? Termasuk pula para penghuninya bukanlah sembarang mahluk hidup, mereka mahluk hidup pilihan baik titah wadag maupun alus.
Selain karena daya supernatural powernya, karena memang tidak setiap
mahluk hidup mampu bertahan dan bisa bertempat tinggal di kawasan puncak
gunung. Hanya mahluk hidup tertentu dan pilihan saja yang mampu
bertempat tinggal di kawasan sekitar kawah atau puncak gunung.
Setidaknya hal ini menjawab tanda-tanya selama ini mengapa di pegunungan
selalu ditinggali mahluk halus yang memiliki kekuatan dan kemampuan
relative tinggi. Mengapa pula di puncak-puncak gunung tidak pernah
tampak mahluk halus setingkat kuntilanak, pocongan, sundel bolong dan
sejenisnya? Tetapi lebih banyak mahluk halus yang lebih sulit dilihat
dengan mata visual namun mudah dirasakan besarnya daya kekuatan dan
kemampuan mereka. Apa jawabannya akan saya jabarkan dalam alenia di
bawah ini.
Memahami Gunung Melalui Simbol
Dilihat dari keadaan fisiknya, bentuk
gunung yang kerucut dapat diartikan sebagai lambangkan kesadaran akan
ketuhanan. Di bagian bawah atau kaki gunung lebih lebar melambangkan
keberagaman “jalan” menggapai kesadaran spiritual. Hal ini tersirat dalam bentuk nasi tumpeng
yang sering kita dapati dalam tradisi Jawa. Di bawah lebar dan di
bagian atas mengerucut melambangkan suatu makna bahwa sekalipun terdapat
keberagaman “jalan” spiritual namun pada dasarnya menuju pada tujuan yang tunggal yakni menggapai kemuliaan yang Mahatunggal (Tuhan).
Tunggal adalah makna bahwa tuhan sebagai sesuatu yang tak terbatas dan
tak dapat dihitung. Jika disebutkan tuhan adalah satu, sama halnya tuhan
dapat dihitung dan terbatas karena bilangan satu merupakan bilangan
terbatas dan dapat dihitung. Jika tuhan didefinisikan sebagai yang tak
terbatas maka lebih tepat menggunakan istilah tunggal, bukan satu.
Di puncak gunung terdapat kawah sebagai tempat keluarnya unsur api dari dalam bumi. Api atau agni di
puncak kawah gunung menjadi simbol spiritualitas yakni pusat unsur
kehidupan yang berasal dari api atau diistilahkan sebagai Bethara Bhrama
yang mengendalikan unsur hidup di dalam api itu sendiri. “Partikel”
hidup yang terdapat di dalam api oleh masyarakat disebut sebagai banaspati. Akan tetapi agni atau
api berasal dari dalam bumi, artinya unsur api yang menghidupi
kehidupan itu ada dalam diri kita sendiri. Sebab alam semesta merupakan jagad besar sementara diri kita adalah jagad kecil.
Puncak gunung dapat diartikan pula sebagai cakra mahkota, di mana letak
kendali kesadaran kosmos berada. Dalam tradisi spiritual masyarakat
Jogja atau Kraton Jogja dikenal spiritus AUM, atau Agni~Udaka~Maruta
atau api, tanah, angin dan air. Dilambangkan dalam rangkaian unsur alam
yang mengelilingi Jogjakarta yakni Merapi (Agni), Kraton Jogja (Udaka)
sebagai kehidupan, dan Maruta yakni unsur angin dan air yang berasal
dari laut selatan. Gunung Merapi sebagai entitas simbol spiritualitas
Kahyangan (spirits) dan Kraton sebagai wujud lahir (body dalam hal ini
akal budi), laut selatan merupakan jiwa (soul) sebagai penyeimbang.
Selanjutnya kita akan mengulas tentang ragam kehidupan gunung sebagai
wujud nyata sistem atau tata keseimbangan alam.
Kehidupan Gunung
Gunung menjadi tempat ideal untuk hidup bagi keanekaragaman hayati yang bersifat wadag maupun alus.
Dari yang paling kecil hingga yang besar. Secara metafisik, gunung
menjadi tempat tinggal para mahluk halus dengan tingkat kemampuan serta
daya kekuatan dan kesaktian yang tinggi. Semakin ke arah bawah (kaki
gunung) penghuninya mahluk halus berdaya kekuatan lebih rendah. Hingga
yang berdaya kekuatan lebih rendah yang menghuni daratan rendah, dan
yang paling rendah (setan bekasakan) menghuni tempat-tempat
lembab dan kotor di dataran rendah. Bagi para sedulur-sedulur pecinta
alam, akan mudah membuktikan fakta di atas. Misalnya di puncak-puncak
gunung tidak terjadi penampakan mahluk halus semacam kuntilanak, pocongan, siluman biasa
(kekuatan rendah) dan sejenisnya. Jenis mahluk halus semacam itu banyak
terdapat di daratan terutama daerah-daerah yang lembab, banyak air,
becek, kotor dan bau. Karena di situ lah habitat mereka. Bangsa siluman
dengan daya kekuatan rendah banyak terdapat di daratan rendah, tetapi
memilih tinggal di daerah tertentu misalnya muara sungai, jembatan
besar, gumuk, gerumbul, lembah dan semak belukar. Sepertinya setingkat
juga dengan bangsa genderuwo dan wewe lebih banyak
menghuni di daratan tetapi di tempat-tempat seperti pohon-pohon besar,
hutan daratan, batu-batu besar, rumah yang telah lama kosong. Namun bagi
genderuwo berkekuatan tinggi bisa juga tinggal di areal perbukitan. Genderuwo merupakan
mahluk halus yang sungguh unik. Jika dikategorikan kedalam bangsa jin
dan siluman tidaklah tepat, dikatakan mahluk halus memang ada benarnya,
tetapi ia lebih nyata dibanding mahluk halus pada umumnya. Sebagai tolok
ukurnya, genderuwo bisa menyentuh benda fisik, bisa memegangnya,
bahkan melemparkannya. Sehingga terkadang bisa melemparkan benda-benda
padat pada orang yang sedang melintasi tempat tinggalnya. Genderuwo tampaknya memiliki kromosom yang dekat dengan jenis kromosom manusia sehingga bangsa genderuwo bisa menghamili wanita bangsa manusia. Genderuwo juga bukan berasal dari roh manusia yang nyasar. Soal raut wajah, genderuwo terkesan kombinasi antara wajah singa dan serigala dengan bertubuh layaknya binatang gorilla. Genderuwo kurang cakap berbicara dalam bahasa manusia atau tata jalma. Tetapi genderuwo memiliki kebiasaan seperti dilakukan oleh manusia bisa merokok dan makan. Genderuwo juga mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia dalam kapasitas yang terbatas. Walau kurang cakap tata jalma tetapi genderuwo bisa memahami apa yang diucapkan dan dikehendaki seseorang. Itulah kelebihannya.
Kembali ke soal gunung, saya sering
melihat di bagian kaki gunung banyak dihuni oleh mahluk halus dengan
rata-rata kemampuan dan daya kekuatan menengah hingga tinggi sekelas
bangsa siluman dengan daya kekuatan menengah. Bangsa siluman juga
beragam wujudnya. Bisa berujud binatang atau mahluk hidup yang wujudnya
sangat asing menurut penglihatan manusia. Bangsa siluman ini masih
bangsa lelembut atau mahluk halus namun biasanya berbentuk
setengah manusia, atau setengah binatang tetapi daya kekuatannya tidak
main-main. Walau bentuknya binatang tetapi seolah memiliki nalar seperti
halnya manusia. Namun bangsa siluman sejauh yang pernah saya temui
tidak dapat berbicara dalam bahasa layaknya manusia (toto jalmo).
Sudah merupakan hukum seleksi alam, pada
wilayah yang semakin tinggi ternyata ditinggali pula oleh mahluk halus
yang semakin tinggi kekuatan dan kemampuannya. Bahkan di wilayah sekitar
puncak gunung seringkali kita temukan mahluk halus dengan kekuatan
tinggi sekali. Di sekitar areal puncak gunung kita bisa menemukan
keanekaragaman hayati yang tidak terdapat di daratan rendah. Dan
biasanya ragam tumbuhan di wilayah puncak gunung merupakan tumbuhan
langka, serta tumbuhan yang mengandung kegunaan dan berkhasiat tinggi.
Jurang yang dalam, tebing yang terjal ditumbuhi oleh pepohonan besar
serta semak belukar yang rapat. Karena kondisi medan yang sulit
dijangkau bangsa manusia, maka berbagai binatang pun menjadikan wilayah
sekitar puncak gunung sebagai istana yang nyaman dan aman dari gangguan
bangsa manusia. Semua itu terjadi sebagai bagian dari sistem
keseimbangan alam.
Hukum Alam Yang Tersurat
Biarkan wilayah pegunungan terlebih lagi
areal mendekati puncak gunung menjadi wilayah tertutup dari bangsa
manusia. Karena di sana diperlukan tumbuhan dan hutan yang lebat sebagai
pabrik oksigen dan sebagai penampungan air kehidupan yang diperlukan
seluruh mahluk terutama bangsa manusia. Itulah kebijaksanaan tata
keseimbangan alam menempatkan bangsa binatang hidup di hutan belantara
di sekitar puncak gunung sebagai tempat tinggal yang nyaman, karena
letusan gunung tidak akan membahayakan mereka semua. Bangsa binatang dan
mahluk halus yang perilakunya alamiah serta tidak pernah melawan hukum
alam sampai kini tetap memiliki kepekaan instink untuk mendeteksi secara
dini kapan akan terjadi marabahaya letusan gunung yang akan terjadi.
Bangsa binatang dan lelembut pun akan mudah sekali melakukan eksodus
mengevakuasi diri dalam waktu singkat ke tempat yang aman manakala
terjadi letusan gunung.
Kita harus menghormati hukum alam menata
keseimbangannya sendiri. Bangsa binatang dan mahluk halus yang tinggal
di gunung-gung memiliki tugas untuk menjaga dan melestarikan sumber
kehidupan seluruh mahluk. Biarlah keangkeran dan kekuatan magis wilayah
pegunungan tetap berlangsung, agar supaya hutan tetap utuh dan ragam
kehidupan tetap berlangsung. Biarlah wilayah puncak pegunungan tetap
keramat agar bangsa manusia yang paling potensial membuat kerusakan alam
tidak dengan sekehendak hati merusak kawasan vital sebagai penyangga
sistem keseimbangan alam.
Apa yang terjadi jika bangsa manusia
tidak mengindahkan hukum tata keseimbangan alam tersebut dengan cara
merubah pola menjadi serba terbalik ? Apa yang terjadi jika areal puncak
perbukitan dan pegunungan dibuat pemukiman oleh bangsa manusia ? Apa
yang terjadi jika hutan-hutan belantara itu telah dirusak oleh bangsa
manusia ? Apakah bangsa mahluk halus, bangsa binatang dan tumbuhan
sebagai bagian dari alam semesta dan sebagai sesama mahluk hidup tidak
akan marah kepada bangsa manusia yang telah melawan hukum keseimbangan
alam ?
Kita bisa belajar kebijaksanaan dari
Gunung Merapi yang telah memindahkan secara paksa areal pemukiman
penduduk dari semula di tempat “terlarang”. Gunung Merapi telah
mengembalikan wilayah terlarang itu menjadi hutan belantara. Alam sedang
menata dan mengembalikan pola keseimbangannya. Jika kita bersikap open-mind,
akan mampu memahami hukum alam secara lebih bijak dan cermat. Untuk
selanjutnya kita adopsi sifat-sifat bijaksana dari gerak-gerik yang
terjadi pada lingkungan alam di sekitar kita.
Terimakasih Saudara-Saudaraku Bangsa Hewan, Tumbuhan & Lelembut
Ucapan terimakasihku yang sedalam-dalamnya kepada seluruh sedulur-sedulurku titah agal dan alus
di gunung-gunung yang terhampar di seluruh wilayah Nusantara. Kalian
tak pernah banyak bicara, tapi kalian benar-benar melakukan tindakan save our earth, save our nation.
Tapi bangsa manusia banyak yang memusuhi dirimu, karena menganggapmu
sebagai mahluk jahat. Padahal kalian lah mahluk paling takwa pada hukum
Tuhan (hukum alam). Tanpamu, mungkin bangsa manusia sedang menggali
kubur untuk dirinya sendiri, bangsa manusia lah yang paling gemar
merusak tata keseimbangan alam itu, jika tak ada peranmu maka bangsa
manusia akan segera mengalami kehancurannya sendiri. Tetapi peranmu
sangat besar dalam melindungi jagad jalma manungsa. Sesaji apa
adanya yang saya berikan manakala berkunjung ke gunung, bukan untuk
menyembahmu, tetapi wujud dari sikapku untuk menghargai dan
terimakasihku pada kalian. Melindungi, menjaga, melestarikan lingkungan
alam sebagai implementasi rasa hormatku kepada kalian semua wahai
seluruh mahluk hidup. Semua ini kami lakukan agar hidup kami menjadi
lebih bermakna, mau dan mampu memberikan kehidupan kepada seluruh
mahluk. Saling asah asih dan asuh. Bukan menjadi sampah yang mengotori
kehidupan di permukaan planet bumi ini.
Suradira Jayaningrat lebur dening pangastuti
Sabdalangit
Tidak ada komentar:
Posting Komentar