Kesalahan Sejarah


Kesalahan Sejarah Tentang Syekh Siti Jenar Yang Menjadi Fitnah & Controversi............

> Syekh Siti Jenar [Sayyid Hasan 'Ali] > bin Sayyid Shalih> bin Sayyid 'Isa 'Alawi> bin Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin> bin Sayyid 'Abdullah Khan> bin Sayyid Abdul Malik Azmat Khan> bin Sayyid 'Alwi 'Ammil Faqih> bin Sayyid Muhammad Shohib Mirbath> bin Sayyid 'Ali Khali Qasam> bin Sayyid 'Alwi Shohib Baiti Jubair> bin Sayyid Muhammad Maula Ash-Shaouma'ah> bin Sayyid 'Alwi al-Mubtakir> bin Sayyid 'Ubaidillah> bin Sayyid Ahmad Al-Muhajir> bin Sayyid 'Isa An-Naqib> bin Sayyid Muhammad An- Naqib> bin Sayyid 'Ali Al-'Uraidhi> bin Imam Ja'far Ash-Shadiq> bin Imam Muhammad al-Baqir> bin Imam 'Ali Zainal 'Abidin> bin Imam Husain Asy-Syahid> bin Sayyidah Fathimah Az- Zahra> binti Nabi Muhammad Rasulullah Saw. Syaikh Siti Jenar lahir sekitar tahun 1404 M di Persia, Iran.

Kamis, 02 Januari 2014

Gunung & Kekuatan Supra


DSC06548
Sing sapa wae menawa tansah memetri paugeran, bakal terwaca, permana lan waskitha, temah suket godhong dadi rewang, ati sumeleh, seger bregas kuwarasan, ati bungah sumringah, cukup bondo dunya, sugih ngelmu lan wicaksana, wilujeng karahayon, ayem tentrem kerta raharja, idu geni yen paring dunga pengestu mesthi manjur lan temomo.
Kaitan Antara Karakter Alam dan Karakter Masyarakat
Nusantara tempat kita hidup ini merupakan teritorial yang memiliki keistimewaan luar biasa. Kekayaan alamnya, yang terkandung dalam bumi mulai dari kesuburan tanah, keragaman flora dan fauna, kontur tanah, struktur geologi, kualitas geodesi, dan kekayaan maritimnya. Terlebih lagi bila kita sejenak menoleh ke belakang, memahami dan melihat secara obyektif kondisi bumi pertiwi pada masa lalu. Bukan sekedar konon, namun jejak-jekan  kehebatan bumi pertiwi yang masih tersisa bisa kita lihat hingga sekarang ini.
Nusantara secara geologis merupakan “ring of fire” terdiri dari barisan bukit berderet dari wilayah Sabang sampai Merauke. Di antara barisan bukit-bukit itu terdapat ratusan gunung berapi aktif dan non-aktif. Gunung purba maupun yang baru lahir menunjukkan regenerasi dan dinamika alam yang luar biasa. Banyak pula deretan gunung api purba yang sampai sekarang masih aktif misalnya gunung Merapi di sebelah utara wilayah Jogjakarta. Ratusan gunung berapi itu masing-masing mempunya karakteristik dan pola letusan yang berbeda-beda, serta masing-masing memiliki kontur perbukitan yang berbeda-beda pula. Kondisi fisik alamiah itu menimbulkan cirikhas karakter penduduk Nusantara. Sedangkan perbedaan masing-masing wilayah Nusantara melahirkan beragam karakter sosial budaya berupa sub-kultur pada masyarakat yang ada di sekitar gunung maupun yang ada di wilayah daratan rendah.
Karakteristik setiap masyarakat sekitar gunung dibentuk oleh adanya pola-pola interaksi antara masyarakat dengan lingkungan alam sekitarnya. Dari adanya interaksi  yang intensif antara masyarakat dengan lingkungan alam dalam jangka waktu ribuan bahkan jutaan tahun, telah menghasilkan sistem budaya, adat istiadat, tradisi, dan kebiasan masyarakat yang di dalamnya terangkum nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) yang begitu luhur. Keunikan budaya sungguh berbeda dari budaya masyarakat yang tinggal di wilayah 4 musim, sub tropis maupun wilayah gurun. Karakter alam yang berbeda akan menentukan karakter penduduk dan corak budayanya serta sistem kepercayaan masing-masing masyarakat. Itulah sebabnya mengapa karakter agama sangat diwarnai oleh karakter masyarakat dan budaya di mana agama itu berasal. Dipandang dari perspektif perspektif sosiologis agama atau sistem keyakinan merupakan bagian dari sistem budaya, karena dihasilkan oleh budaya selama beberapa waktu lamanya.
Paugeran & Daya Magis Nusantara
Meskipun gunung-gunung yang terhampar di permukaan bumi Nusantara mempunyai keberagaman karakteristik, namun hampir semua gunung yang ada di Nusantara ini memiliki kesamaan nilai spiritualnya. Setiap gunung memiliki aura magis atau kesakralan dengan kadar yang berbeda-beda yang telah diakui setidaknya oleh masyarakat sekitar yang sehari-harinya terjadi interaksi dengan kehidupan di sekitar pegunungan di mana masyarakat menggantungkan hidupnya dari berkah yang dikeluarkan oleh gunung dan lingkungan alamnya. Oleh sebab itu nilai-nilai magis atau kesakralan yang sudah tertanam dalam kesadaran kosmos masyarakat sekitar gunung tidak dapat dihapus oleh peubahan zaman maupun upaya-upaya desakralisasi melalui propaganda dan hasutan macam manapun. Sekuat apapun propaganda dan hasutan maupun pemahaman spiritual dan budaya yang keliru akan berbenturan dengan hukum tata keseimbangan alam di wilayah itu. Cepat atau lambat pemahaman keliru, propaganda, hasutan akan semakin keras berbenturan dengan fakta dan bukti-bukti yang setiap saat dialami dan disaksikan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Maka tak heran meskipun nilai-nilai modernitas, westernisasi dan indoktrinasi begitu gencar menggempur nilai  kearifan lokal, namun masih masyarakat dengan sikap yang begitu kuatnya mematuhi setiap paugeran, karena paugeran bukanlah omong kosong melainkan berisi nilai-nilai kearifan lokal yang tidak lain merupakan pelajaran berharga atas berbagai bukti dan fakta, baik yang bersifat nyata maupun gaib.
Apa yang kita yakini biasanya kita jadikan sebagai “obor penunjuk jalan”. Yang harus kita waspadai adalah, apa yang sekedar kita yakini belum tentu merupakan fakta dan realitas. Mudah membuktikan apakah sesuatu yang kita yakini merupakan fakta atau mitos.  Apabila hal-hal yang kita yakini TIDAK sesuai dengan kebenaran fakta dan realitas maka kita merasakan hidup seperti bermain judi atau spekluan. Segala sesuatu terasa tanpa ada kepastian. Mata batin terasa buta, tidak tahu bagaimana nasibnya di hari ini, apalagi esok hari. Oleh sebab itu untuk menanggulangi kecemasan atas ketidakpastian itu, biasanya Tuhan Mahatahu sekedar menjadi pelarian untuk menyandarkan segala kegundahan hati. Dalam keadaan seperti ini disadari atau tidak dalam telah membangun pola pikir dan sikap apatis. Manusia seolah menjalani hidup dengan tanpa bisa menentukan pilihan. Karena kekuasaan Tuhan menentukan segalanya, bahkan jam berapa mau kentut dan be-ol saja diserahkan Tuhan yang mengatur. Ini menjadi blunder saat menganalisa perilaku menyimpang atau tindak kejahatan. Lantas pola pikir itu pula yang dijadikan alasan pembenar yang dicari-cari untuk melegitimasi tindakan konyolnya. Dapat digarisbawahi, bilamana apa yang kita yakini sesungguhnya hanyalah mitos (dongeng imajiner) akan menjauhkan diri dari berkah alam semesta, karena  sikap dan tindak-tanduk kita semakin menjauh dari karakter alam dan hukum tata keseimbangan alam. Ia cepat atau lambat dalam hidupnya akan mengalami berbagai benturan dan himpitan lahir maupun batin.
Sebaliknya jika apa yang diyakini merupakan sesuatu yang sesuai dengan fakta dan realitas, hal itu ditandai hidup kita tidak lagi seperti bermain judi (spekulasi). Kita  menjalani hidup ini dengan penuh kepastian. Hari ini akan selamat atau akan ada bahaya mengancam, kita akan bisa menangkap tanda-tanda dan peringatan sebelumnya. Kita merasakan hidup dengan penuh berkah sebagai konsekuensi logis atas tindakan kita yang selalu selaras dan harmonis dengan lingkungan alam.
Benarkah Gunung Memiliki Kekuatan Supra ?
Saya pribadi termasuk orang yang tidak mudah percaya, tidak suka ela-elu, anut grubyuk, atau taklid dst. Tidak puas hanya dengan cara sekedar mengimani saja atas semua yang dikatakan atau ujare, jarene, ceunah ceuk ceunah. Saya ragu, tetapi keraguan yang metodis, yakni keraguan untuk tahu apa yang sesungguhnya terjadi. Saya akan mengakui dan percaya bila saya benar-benar menjadi saksi dengan mata wadag maupun batin. Lama saya berfikir apa benar gunung selalu menjadi tempat yang sakral, penuh kekuatan magis, natural dan supernatural powernya besar ? Bagaimanapun juga memanfaatkan daya nalar atau akal budi akan lebih baik ketimbang membiarkan emosi untuk memahami suatu kebenaran fakta. Jika saya menggunakan keyakinan saja, saya akan terjebak pada sikap “menuhankan” emosi. Dan saya tidak mentabukan seseorang yang cenderung mengandalkan nalar, karena di samping kesadaran rahsa sejati, kesadaran nalar atau akal budi merupakan salah satu instrumen yang handal untuk melihat dan menilai suatu  kebenaran sejati dan memilih mana yang baik (selaras dengan hukum alam) dan buruk (melawan hukum alam). Sebaliknya, emosi tidaklah bisa diandalkan untuk menganalisa karena emosi tidak berdasarkan nalar melainkan dengan unsur emosi : rasa suka atau tidak suka, senang atau tidak senang, puas atau tidak puas. Emosi lebih menekankan pada sentimen sementara nalar lebih menekankan pada sikap toleransi.
Puluhan tahun lamanya saya melakukan survey, penelitian langsung ke banyak gunung-gunung yang bercokol di muka bumi Nusantara ini. Hingga membawa pada kesimpulan bahwa benar adanya, jika gunung-gunung dianggap memiliki kekuatan besar dan penuh kesakralan.  Dengan begitu, saya semakin menyadari akan sikap para leluhur bumi putera Nusantara di masa lalu hingga sekarang, terutama Kraton-kraton yang masih eksis menjadikan gnung sebagai salah satu tempat sakral dan sarana pemujaan (penghormatan) kepada Sang Jagadnata beserta seluruh makhluk penghuninya. Bahkan alasan mengapa tempat peristirahatan terakhir, dan peristiwa muksa yang terjadi di masa lalu lebih sering dilakukan di puncak-puncak gunung dan bukit, kini terjawab sudah.
Kenapa Gunung Disakralkan ?
Jika orang menyakralkan gunung hendaklah bukan semata berdasarkan cerita mitos atau mitologi bukan pula dongeng pengantar tidur anak kecil saja. Kecuali bagi yang masih kurang terbiasa akrab dan mencintai lingkungan alam, dan yang belum sungguh-sungguh memahami karakter lingkungan alam tentu akan sulit memahaminya. Untuk itu saya coba membantu pemahaman melalui pendekatan rasional dan faktual sejauh yang dapat saya alami dan rasakan sendiri selama ini. Saya juga mengharapkan supaya seluruh pembaca yang budiman yang memiliki pengalaman soal pergunungan khususnya di Nusantara ini untuk berbagi pengalamannya dengan harapan dapat menambah lengkap ulasan kita kali ini dalam upaya mengenali karakter gunung khususnya, dan karakter Nusantara pada umumnya. Tak kenal maka tak paham, tak paham maka tak sayang, orang yang tak sayang maka akan cenderung membuat kerusakan alam. Di sinilah harapan saya agar generasi penerus bangsa ini sadar untuk menghentikan segala macam perusakan alam.
Saya berani menyimpulkan, rata-rata gunung yang ada di Nusantara ini baik yang masih aktif maupun yang sudah lama non aktif memiliki daya magis yang kuat. Penduduk pribumi Nusantara pada umumnya percaya akan adanya getaran magis yang menyelimuti gunung. Dahulu saya pribadi masih meragukan hal itu. Hingga pada akhirnya setiap pengalaman demi pengalaman yang telah saya dapatkan membuat saya lebih mengenali karakter gunung dan memahami apa yang sebenarnya terjadi. Lebih mengenal dan lebih memahami gunung tenyata dapat membawa kita pada kesadaran kosmos yang lebih tinggi sehingga dapat bermanfaat untuk membangun sikap yang lebih arif dan bijaksana bagi siapapun juga dalam mengambil sikap dan berbuat sesuatu. Ya, gunung menjadi salah satu guru bagi kehidupan yang saya jalani. Karena gunung adalah guru yang paling jujur.
Dari mana asal muasal daya magis suatu gunung ? Saya memberanikan diri untuk membuat suatu kesimpulan bahwa daya kekuatan itu tidak lain berasal dari hukum keselarasan dan keseimbangan alam. Hukum alam telah menempatkan pegunungan sebagai tempat yang menyimpan kumparan energi dari dalam bumi maupun dari permukaan bumi. Di mana di dalam perut gunung tersimpan kekuatan magma dan panas bumi yang lebih kuat dari dataran rendah. Kekuatan alam itu memancar hingga ke puncak gunung, badan dan kaki gunung dengan tingkat energi yang berbeda-beda. Gunung dengan selimut hutan belantara menjadikannya sebagai rumah tinggal seluruh  makhluk. Ragam mahluk hidup mulai dari bangsa manusia, bangsa “halus”, ragam tumbuhan hingga binatang. Gunung yang selalu diselimuti hutan belantara yang hijau menjadi pabrik yang memproduksi oksigen. Sehingga fungsi gunung sebagai tempat konservasi alam  sebagai lumbung air dan oksigen yang dibutuhkan oleh seluruh mahluk hidup.
Kekuatan alam semesta yang lebih besar menyelimuti seluruh badan gunung. Bagian gunung yang lebih tinggi ternyata memiliki daya kekuatan yang lebih besar pula. Semakin mendekati puncak gunung semakin besar pula kekuatannya. Dan sepertinya pada bagian kawah gunung menjadi kumparan energi yang paling besar. Saya pribadi kemudian menyadari, mengapa rata-rata gunung semakin ke puncak auranya semakin wingit ? Termasuk pula para penghuninya bukanlah sembarang mahluk hidup, mereka mahluk hidup pilihan baik titah wadag maupun alus. Selain karena daya supernatural powernya, karena memang tidak setiap mahluk hidup mampu bertahan dan bisa bertempat tinggal di kawasan puncak gunung. Hanya mahluk hidup tertentu dan pilihan saja yang mampu bertempat tinggal di kawasan sekitar kawah atau puncak gunung. Setidaknya hal ini menjawab tanda-tanya selama ini mengapa di pegunungan selalu ditinggali mahluk halus yang memiliki kekuatan dan kemampuan relative tinggi. Mengapa pula di puncak-puncak gunung tidak pernah tampak mahluk halus setingkat kuntilanak, pocongan, sundel bolong dan sejenisnya? Tetapi lebih banyak mahluk halus yang lebih sulit dilihat dengan mata visual namun mudah dirasakan besarnya daya kekuatan dan kemampuan mereka. Apa jawabannya akan saya jabarkan dalam alenia di bawah ini.
Memahami Gunung Melalui Simbol
Dilihat dari keadaan fisiknya, bentuk gunung yang kerucut dapat diartikan sebagai lambangkan kesadaran akan ketuhanan. Di bagian bawah atau kaki gunung lebih lebar melambangkan keberagaman “jalan” menggapai kesadaran spiritual. Hal ini tersirat dalam bentuk nasi tumpeng yang sering kita dapati dalam tradisi Jawa. Di bawah lebar dan di bagian atas mengerucut melambangkan suatu makna bahwa sekalipun terdapat keberagaman “jalan” spiritual namun pada dasarnya menuju pada tujuan yang tunggal yakni menggapai kemuliaan yang Mahatunggal (Tuhan). Tunggal adalah makna bahwa tuhan sebagai sesuatu yang tak terbatas dan tak dapat dihitung. Jika disebutkan tuhan adalah satu, sama halnya tuhan dapat dihitung dan terbatas karena bilangan satu merupakan bilangan terbatas dan dapat dihitung. Jika tuhan didefinisikan sebagai yang tak terbatas maka lebih tepat menggunakan istilah tunggal, bukan satu.
Di puncak gunung terdapat kawah sebagai tempat keluarnya unsur api dari dalam bumi. Api atau agni di puncak kawah gunung menjadi simbol spiritualitas yakni pusat unsur kehidupan yang berasal dari api atau diistilahkan sebagai Bethara Bhrama yang mengendalikan unsur hidup di dalam api itu sendiri. “Partikel” hidup yang terdapat di dalam api oleh masyarakat disebut sebagai banaspati. Akan tetapi agni atau api berasal dari dalam bumi, artinya unsur api yang menghidupi kehidupan itu ada dalam diri kita sendiri. Sebab alam semesta merupakan jagad besar sementara diri kita adalah jagad kecil. Puncak gunung dapat diartikan pula sebagai cakra mahkota, di mana letak kendali kesadaran kosmos berada. Dalam tradisi spiritual masyarakat Jogja atau Kraton Jogja dikenal spiritus AUM, atau Agni~Udaka~Maruta atau api, tanah, angin dan air. Dilambangkan dalam rangkaian unsur alam yang mengelilingi Jogjakarta yakni Merapi (Agni), Kraton Jogja (Udaka) sebagai kehidupan, dan Maruta yakni unsur angin dan air yang berasal dari laut selatan. Gunung Merapi sebagai entitas simbol spiritualitas Kahyangan (spirits) dan Kraton sebagai wujud lahir (body dalam hal ini akal budi), laut selatan merupakan jiwa (soul) sebagai penyeimbang. Selanjutnya kita akan mengulas tentang ragam kehidupan gunung sebagai wujud nyata sistem atau tata keseimbangan alam.
Kehidupan Gunung
Gunung menjadi tempat ideal untuk hidup bagi keanekaragaman hayati yang bersifat wadag maupun alus. Dari yang paling kecil hingga yang besar. Secara metafisik, gunung menjadi tempat tinggal para mahluk halus dengan tingkat kemampuan serta daya kekuatan dan kesaktian yang tinggi. Semakin ke arah bawah (kaki gunung) penghuninya mahluk halus berdaya kekuatan lebih rendah. Hingga yang berdaya kekuatan lebih rendah yang menghuni daratan rendah, dan yang paling rendah (setan bekasakan) menghuni tempat-tempat lembab dan kotor di dataran rendah. Bagi para sedulur-sedulur pecinta alam, akan mudah membuktikan fakta di atas. Misalnya di puncak-puncak gunung tidak terjadi penampakan mahluk halus semacam kuntilanak, pocongan, siluman biasa (kekuatan rendah) dan sejenisnya. Jenis mahluk halus semacam itu banyak terdapat di daratan terutama daerah-daerah yang lembab, banyak air, becek, kotor dan bau. Karena di situ lah habitat mereka. Bangsa siluman dengan daya kekuatan rendah banyak terdapat di daratan rendah, tetapi memilih tinggal di daerah tertentu misalnya muara sungai, jembatan besar, gumuk, gerumbul, lembah dan semak belukar. Sepertinya setingkat juga dengan bangsa genderuwo dan wewe lebih banyak menghuni di daratan tetapi di tempat-tempat seperti pohon-pohon besar, hutan daratan, batu-batu besar, rumah yang telah lama kosong. Namun bagi genderuwo berkekuatan tinggi bisa juga tinggal di areal perbukitan. Genderuwo merupakan mahluk halus yang sungguh unik. Jika dikategorikan kedalam bangsa jin dan siluman tidaklah tepat, dikatakan mahluk halus memang ada benarnya, tetapi ia lebih nyata dibanding mahluk halus pada umumnya. Sebagai tolok ukurnya, genderuwo bisa menyentuh benda fisik, bisa memegangnya, bahkan melemparkannya. Sehingga terkadang bisa melemparkan benda-benda padat pada orang yang sedang melintasi tempat tinggalnya. Genderuwo  tampaknya memiliki kromosom yang dekat dengan jenis kromosom manusia sehingga bangsa genderuwo bisa menghamili wanita bangsa manusia. Genderuwo juga bukan berasal dari roh manusia  yang nyasar. Soal raut wajah, genderuwo terkesan  kombinasi antara wajah singa dan serigala dengan bertubuh layaknya binatang gorilla. Genderuwo  kurang cakap berbicara dalam bahasa manusia atau tata jalma. Tetapi genderuwo memiliki kebiasaan seperti dilakukan oleh manusia bisa merokok dan makan. Genderuwo  juga mampu berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia dalam kapasitas yang terbatas. Walau kurang cakap tata jalma tetapi genderuwo bisa memahami apa yang diucapkan dan dikehendaki seseorang. Itulah kelebihannya.
Kembali ke soal gunung, saya sering melihat di bagian kaki gunung banyak dihuni oleh mahluk halus dengan rata-rata kemampuan dan daya kekuatan menengah hingga tinggi sekelas bangsa siluman dengan daya kekuatan menengah. Bangsa siluman juga beragam wujudnya. Bisa berujud binatang atau mahluk hidup yang wujudnya  sangat asing menurut penglihatan manusia. Bangsa siluman ini masih bangsa lelembut atau mahluk halus namun biasanya berbentuk setengah manusia, atau setengah binatang tetapi daya kekuatannya tidak main-main. Walau bentuknya binatang tetapi seolah memiliki nalar seperti halnya manusia. Namun bangsa siluman sejauh yang pernah saya temui tidak dapat berbicara dalam bahasa layaknya manusia (toto jalmo).
Sudah merupakan hukum seleksi alam, pada wilayah yang semakin tinggi ternyata ditinggali pula oleh mahluk halus yang semakin tinggi kekuatan dan kemampuannya. Bahkan di wilayah sekitar puncak gunung seringkali kita temukan mahluk halus dengan kekuatan tinggi sekali. Di sekitar areal puncak gunung kita bisa menemukan keanekaragaman hayati yang tidak terdapat di daratan rendah. Dan biasanya ragam tumbuhan di wilayah puncak gunung merupakan tumbuhan langka, serta tumbuhan yang mengandung kegunaan dan berkhasiat tinggi. Jurang yang dalam, tebing yang terjal ditumbuhi oleh pepohonan besar serta semak belukar yang rapat. Karena kondisi medan yang sulit dijangkau bangsa manusia, maka berbagai binatang pun menjadikan wilayah sekitar puncak gunung sebagai istana yang nyaman dan aman dari gangguan bangsa manusia. Semua itu terjadi sebagai bagian dari sistem keseimbangan alam.
Hukum Alam Yang Tersurat
Biarkan wilayah pegunungan terlebih lagi areal mendekati puncak gunung menjadi wilayah tertutup dari bangsa manusia. Karena di sana diperlukan tumbuhan dan hutan yang lebat sebagai pabrik oksigen dan sebagai penampungan air kehidupan yang diperlukan seluruh mahluk terutama bangsa manusia. Itulah kebijaksanaan tata keseimbangan alam menempatkan bangsa binatang hidup di hutan belantara di sekitar puncak gunung sebagai tempat tinggal yang nyaman, karena letusan gunung tidak akan membahayakan mereka semua. Bangsa binatang dan mahluk halus yang perilakunya alamiah serta tidak pernah melawan hukum alam sampai kini tetap memiliki kepekaan instink untuk mendeteksi secara dini kapan akan terjadi marabahaya letusan gunung yang akan terjadi. Bangsa binatang dan lelembut pun akan mudah sekali melakukan eksodus mengevakuasi diri dalam waktu singkat ke tempat yang aman manakala terjadi letusan gunung.
Kita harus menghormati hukum alam menata keseimbangannya sendiri. Bangsa binatang dan mahluk halus yang tinggal di gunung-gung memiliki tugas untuk menjaga dan melestarikan sumber kehidupan seluruh mahluk. Biarlah keangkeran dan kekuatan magis wilayah pegunungan tetap berlangsung, agar supaya hutan tetap utuh dan ragam kehidupan tetap berlangsung. Biarlah wilayah puncak pegunungan tetap keramat agar bangsa manusia yang paling potensial membuat kerusakan alam tidak dengan sekehendak hati merusak kawasan vital sebagai penyangga sistem keseimbangan alam.
Apa yang terjadi jika bangsa manusia tidak mengindahkan hukum tata keseimbangan alam tersebut dengan cara merubah pola menjadi serba terbalik ? Apa yang terjadi jika areal puncak perbukitan dan pegunungan dibuat pemukiman oleh bangsa manusia ? Apa yang terjadi jika hutan-hutan belantara itu telah dirusak oleh bangsa manusia ? Apakah bangsa mahluk halus, bangsa binatang dan tumbuhan sebagai bagian dari alam semesta dan sebagai sesama mahluk hidup tidak akan marah kepada bangsa manusia yang telah melawan hukum keseimbangan alam ?
Kita bisa belajar kebijaksanaan dari Gunung Merapi yang telah memindahkan secara paksa areal pemukiman penduduk dari semula di tempat “terlarang”. Gunung Merapi telah mengembalikan wilayah terlarang itu menjadi hutan belantara. Alam sedang menata dan mengembalikan pola keseimbangannya. Jika kita bersikap open-mind, akan mampu memahami hukum alam secara lebih bijak dan cermat. Untuk selanjutnya kita adopsi sifat-sifat bijaksana dari gerak-gerik yang terjadi pada lingkungan alam di sekitar kita.
Terimakasih Saudara-Saudaraku Bangsa Hewan, Tumbuhan & Lelembut
Ucapan terimakasihku yang sedalam-dalamnya kepada seluruh sedulur-sedulurku titah agal dan alus di gunung-gunung yang terhampar di seluruh wilayah Nusantara. Kalian tak pernah banyak bicara, tapi kalian benar-benar melakukan tindakan save our earth, save our nation. Tapi bangsa manusia banyak yang memusuhi dirimu, karena menganggapmu sebagai mahluk jahat. Padahal kalian lah mahluk paling takwa pada hukum Tuhan (hukum alam). Tanpamu, mungkin bangsa manusia sedang menggali kubur untuk dirinya sendiri, bangsa manusia lah yang paling gemar merusak tata keseimbangan alam itu, jika tak ada peranmu maka bangsa manusia akan segera mengalami kehancurannya sendiri. Tetapi peranmu sangat besar dalam melindungi jagad jalma manungsa. Sesaji apa adanya yang saya berikan manakala berkunjung ke gunung, bukan untuk menyembahmu, tetapi wujud dari sikapku untuk menghargai dan terimakasihku pada kalian. Melindungi, menjaga, melestarikan lingkungan alam sebagai implementasi rasa hormatku kepada kalian semua wahai seluruh mahluk hidup. Semua ini kami lakukan agar hidup kami menjadi lebih bermakna, mau dan mampu memberikan kehidupan kepada seluruh mahluk. Saling asah asih dan asuh. Bukan menjadi sampah yang mengotori kehidupan di permukaan planet bumi ini.
Suradira Jayaningrat lebur dening pangastuti Sabdalangit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar